Santri Banyuwangi Tewas Dikeroyok Senior

Kembali terjadi kasus pengeroyokan santri di lingkungan pesantren daerah Banyuwangi oleh seniornya sendiri hingga korban tewas.

Sebelum dinyatakan meninggal dunia, korban kritis disebabkan luka berat pada jaringan otaknya hingga koma di RSUD Blambangan. 

Santri yang meninggal dunia tersebut baru berusia 14 tahun, berasal dari Buleleng, Bali yang nyantri di Pondok Pesantren Nurul Abror Al Robbaniyin, Banyuwangi, Jawa Timur.

Motif Pengeroyokan Santri Banyuwangi 
Pengeroyokan santri Banyuwangi
Foto Jenazah Santri Korban Pengeroyokan 

Berdasarkan berita yang beredar soal motif sebagaimana yang disampaikan Kapolresta Banyuwangi, Kombes Rama Samtama Putra mengatakan motif pengeroyokan karena salah satu pelaku atau santri senior merasa kesal dengan korban.

Pelaku enggan membeberkan lebih lanjut, namun yang jelas terjadi sesuatu hal yang membuat santri senior ini tidak berkenan pada korban. Dasar inilah yang membuat pelaku melakukan perbuatan dilarang tersebut.

Baca Juga: Pandangan Hukum Kasus Penganiayaan Santri di Kediri Hingga Meninggal Dunia

Penulis yang pernah berstatus santri hingga menjadi pengurus pondok, mencoba berkomentar terkait kondisi di pesantren meski hal ini tidak mencerminkan keseluruhannya sama seperti ini.

Penulis hanya berasumsi korban kemungkinan melakukan kesalahan atau melanggar aturan pondok, kemudian seniornya atau diantara salah satu pelaku atau mungkin semuanya berstatus sebagai pengurus pondok.

Pengurus pondok memiliki kewenangan untuk menegakkan aturan yang berlaku dalam lingkup pesantren, tentu tidak ada aturan yang dibuat melanggar atau bertentangan dengan aturan negara.

Biasanya, pengurus pondok tidak melaksanakan tugas secara proporsional atas apa yang menjadi kewenangannya.

Hal yang sering terjadi, pengurus pondok over melaksanakan kewenangan yang dimilikinya atau bahkan menyalahgunakan wewenangnya.

Bagaimanapun, santri yang bersalah sekalipun, tetap ada aturan atau tatacara dalam membina dan memberikan hukuman.

Tentu tidak diperbolehkan menggunakan main hakim sendiri yang diluar aturan karena sekalipun pengurus juga sama-sama terikat aturan.

Apalagi berlandaskan kekesalan pribadi yang mengkambing hitamkan posisi kesalahan santri hingga melakukan tindakan yang tidak diperbolehkan, tentu hal ini sangat dilarang dan tidak dibenarkan.

6 Pelaku Pengeroyokan Ditetapkan Tersangka 
Tersangka pengeroyokan santri Banyuwangi
Para tersangka di tahan di Polresta Banyuwangi 

Atas kejadian pengeroyokan santri yang menyebabkan meninggal dunia ini, Polresta Banyuwangi menetapkannya sebagai tersangka.

Sementara ini terdapat 6 pelaku yang ditetapkan tersangka atas perbuatannya tersebut.

Empat diantaranya dewasa II, 18; MR, 19; S. 18; dan Z, 18. dan dua anak yang berhadapan dengan hukum yakni HR, 17, WA; 15. Kini pelaku sudah ditahan di Polresta Banyuwangi.

Pasal Yang Menjerat Pelaku Pengeroyokan 

Para tersangka tersebut dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang penganiayaan yang mengakibatkan hilangnya nyawa korban dengan ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara.

Atas terjadinya kasus pengeroyokan ini tentu menjadi perhatian publik, apalagi di lingkup pendidikan pesantren yang ditonjolkan soal keagamaannya. 

Namun yang terjadi justru malah sebaliknya, hal ini menjadi stigma negatif dalam pendidikan pesantren oleh masyarakat.

Kejadian ini diharapkan bisa menjadi pelajaran bersama agar kekerasan di lingkup pendidikan, khususnya di pesantren, tidak kembali terjadi. 

Pengelola pesantren harus lebih ketat nan jeli lagi memantau kondisi dan situasi santri diluar jam pembelajaran, terutama di malam hari yang seringkali santri diluar jangkauan atau kendali.

Penegak Hukum

Merdeka dalam berkesimpulan, merdeka dalam bereaksi dan merdeka dalam berkreasi. Disinilah aku merasakannya !

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama