Prof. Dr. Mudzakkir, S.H., M.H. merupakan sosok begawan hukum pidana yang sudah tak asing lagi bagi kalangan praktisi hukum maupun kalangan akademisi hukum. Ia lahir di Ngawi, 7 April 1957.
Seorang akademikus, ahli hukum pidana, guru besar Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta yang cukup terkenal di Indonesia. Ia kerap kali muncul di berbagai platform media sosial dan yang paling sering di televisi sebagai pembicara.
Dalam artikel ini akan membahas seputar biografi Prof. Mudzakir yang meliputi latar belakang pendidikan dan sepak terjang perjuangannya. Mari kita lanjutkan menjelajah...
Latar Belakang Pendidikan Prof. Mudzakir
![]() |
Editing: photolab.com |
Penulis pelajari dari berbagai rilisan media dan pergerakannya, Prof. Mudzakir sudah dari dulu konsen keilmuan seputar hukum pidana.
Ditambah lagi bidang keilmuannya berupa viktimologi, ilmu yang mempelajari seputar tentang korban kejahatan, proses viktimisasi, dan akibat-akibatnya. Berikut almamater pendidikannya Prof. Mudzakir :
- Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia pada tahun 1984
- Magister Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 1992
- Doktor dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada tahun 2001
Sepak Terjang Perjuangan Prof. Mudzakir
![]() |
Foto : Prof. Mudzakkir dan Dr. Suhadi, SH. M.Hum (muridnya) |
Konsentrasi hukum pidana yang sudah dari dulu ia tekuni seakan menjadi penerang yang mulai dirasakan publik melalui pendapat dan pengajarannya. Selain kesibukan akademiknya dengan menjadi pengajar (dosen) tetap di kampus almamater yang ia peroleh gelar sarjananya, ia juga langganan menjadi pembicara di luar sana.
Mulai dari mengisi kajian seminar dan sejenisnya dan menjadi ahli saksi di berbagai kasus-kasus besar. Baik dalam tahap non-litigasi maupun sudah memasuki litigasi, tentu dalam kapasitasnya sebagai sosok yang dikenal sebagai ahli dalam hukum pidana.
Berikut beberapa kasus-kasus besar yang pernah ia terangi melalui pendapat atau pemaparan keilmuannya :
Kasus Kopi Sianida (Wayan Mirna Salihin)
Ia menjadi saksi yang meringankan (a de charge) dalam kasus ini yang menggemparkan juga menghebohkan pertelevisian yang ada di Indonesia. Dalam pemaparannya yang menarik dan penting untuk dipelajari seputar motif.
Motif merupakan unsur penting yang harus diungkap dalam suatu kasus pembunuhan berencana, apalagi soal kesengajaan yang sulit dipisahkan dengan kausalitas dan tentunya pasti ada motif. Niat itu berangkat dari motif dan inilah bagian dari kejahatan.
Motif dan niat terdapat pada tindak pidana dengan unsur kesengajaan. Motif timbul dengan rentang waktu antara rencana kejahatan dengan pelaksanaannya. Ia juga memaparkan motif dalam pembunuhan berencana dapat dibuktikan dengan membuktian niat, proses perencanaan, dan target pembunuhan.
Terdapat tiga tujuan dari pembunuhan diantaranya karena masa lalu, spontanitas, dan ada suatu hal. Namun untuk membuktikan motif pembunuhan berencana dibutuhkan profesionalisme dalam penegakan hukum. Perampasan nyawa orang merupakan suatu wujud dari motif dan batin.
Untuk menemukan motif mudah saja, karena kalau berencana pasti ada persiapan dan tempatnya. Hal ini juga dibutuhkan penegak hukum yang benar-benar profesional, jadi yang digali bukan hanya semata-mata agar unsurnya terpenuhi, melainkan juga jiwa perbuatan tersebut.
Kasus Al-Maidah ayat 51
Ia pernah juga menjadi saksi yang memberatkan (a charge) dalam kasus penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Apa yang ia paparkan sangatlah lugas dan tajam. Ahok sudah masuk dalam wilayah (domain) agama lain.
Selain itu, ada frasa yang berpotensi menodai agama orang lain. Terdapat kalimat, jangan percaya, jangan mau dibohongi pakai Al Maidah Ayat 51. Di sini Ahok masuk dan menafsirkan kitab agama lain. Frasa dibohongi pakai ayat Al Qur'an disebut jadi alat ringkasan.
Soal penafsiran, ia berpandangan yang berhak menafsirkan kitab suci Al Qur'an adalah para ahli atau ulama Islam. Tentu tidak ada hak dan kewenangan non muslim menafsir Al Qur'an. Apalagi ada frasa yang menyebutkan bisa dipakai alat berbohong.
Sidang Peninjauan Kembali (PK) Saka Tatal
Dalam pemaparannya terkait novum dari apa yang disampaikan kuasa hukum Saka Tatal dalam sidang PK juga seharusnya membuat MA (Mahkamah Agung) membaca secara lebih komprehensif melalui pertimbangan judex juris dan judex facti.
Ia juga membenarkan langkah Saka Tatal dan kuasa hukumnya dalam mencari keadilan melalui pengajuan PK (Peninjauan Kembali). Majelis yang nantinya memeriksa tentunya akan membuat kesimpulan melalui rekaman yang terjadi sekarang.
Ia berharap majelis PK di MA mempertimbangkan judex juris serta judex facti. Jika MA turut mempertimbangkan kedua hal tersebut, maka bakal melahirkan putusan PK Saka Tatal yang benar-benar adil karena dengan itulah akan menemukan kebenaran secara materil.
Kesimpulan
Itulah beberapa ulasan artikel mengenai sepak terjangnya Prof. Mudzakkir, hal ini tentu masih sekelumit dan banyak rekam jejak perjuangan beliau dalam pengabdiannya mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pemaparan keilmuan hukum pidana.
Pemaparan dan pernyataannya dalam lingkup keilmuan hukum pidana terus bernilai kebaruan dan juga tak jarang berani berpendapat berseberangan. Tak hanya sebatas pegangan norma, apa yang disampaikan juga terkadang bernilai filosofis.
Apalagi berbicara hukum pidana seakan tak bisa terlepas dari aturan yang mengaturnya. Maka tak heran, ia seakan menjadi langganan yang dimintai pendapat dalam kasus-kasus besar berskala nasional. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita semua !