Biografi Ari Yusuf Amir, Sosok Pengacara dan Penulis

Dr. Ari Yusuf Amir, S.H., M.H. merupakan pengacara senior di Indonesia yang cukup sohor dengan ragam kasus skala nasional yang pernah ditanganinya. Pria kelahiran 19 Oktober 1971 yang sekarang sudah berusia ke 53 tahun, selain usianya yang matang juga keilmuan dan pengalaman yang sudah malang melintang. 

Selain sebagai sosok praktisi hukum yang berprofesi Pengacara, ia juga seorang penulis produktif yang menelurkan buku-buku hukum. Beberapa karya yang ada di antaranya adalah Strategi Bisnis Jasa Advokat, Pidana untuk Pemegang Saham Korporasi, dan Doktrin-Doktrin Pidana Korporasi. 

Dalam artikel ini akan membahas seputar biografi Ari Yusuf Amir yang meliputi latar belakang pendidikan dan sepak terjang perjuangannya sebagai tokoh hukum. Mari kita lanjutkan menjelajah...

Latar Belakang Pendidikan Ari Yusuf Amir
Ari Yusuf Amir Pengacara Tom Lembong
Editing: photolab.com

Ari Yusuf Amir (AYA) semasa kuliah terbilang aktif diberbagai organisasi eksternal kampus, seperti hal pernah menjadi ketua bidang intelektual Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Yogyakarta. 

Selain itu, ia juga menjadi ketua presidium Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (ISMAHI). Berikut latar belakang pendidikannya AYA :

  • Sarjana Hukum di Universitas Islam Indonesia 
  • Program Magister di Universitas Indonesia
  • Program doktornya di Universitas Islam Indonesia

Sepak Terjang Perjuangan Ari Yusuf Amir 

Dalam perjuangan seputar dunia hukum, AYA pernah menjadi Kepala Divisi di Lembaga Pembela Hukum (LPH) Yogyakarta dan di momentum inilah karirnya ia bangun. 

Kemudian, ia menjadi asisten pengacara pada Law Firm Triple "S" dan menjadi Kepala Biro Hukum pada PT. Nikkatsu Elctric Work (PMBN) di Bandung sekitar tahun 1997-2005. 

AYA pernah menjadi staff khusus bidang hukum Menteri Agama Republik Indonesia. Ia pernah menjadi pendiri sekaligus senior partner di Law Firm Ari, Umar, Singajuru & Associates. 

Dalam laman yang pernah ditulis melalui LinkedIn, ia aktif mengikuti kegiatan-kegiatan di organisasi-organisasi bernuansa hukum dan politik pada masa-masa tersebut. 

Ia pernah menjadi ketua umum DPP Himpunan Advokat Pengacara Muslim Indonesia (HAPMI) tahun 2004 dan Ketua bidang hubungan antar lembaga DPP IKADIN pada tahun 2007-2012. Kemudian pada tahun 2008, ia diamanahi menjadi ketua umum IKA Xavega sampai 2012. 

Mengutip dari laman Ail Amir Law Firm, ia telah banyak menyelesaikan beragam perkara hukum berskala besar yang melibatkan perusahaan nasional, BUMN, maupun multinasional dengan baik. 

Selain itu juga pernah menangani sejumlah sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi diantara dalam menangani sengketa pemilihan gubernur (Pilgub) Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, dan Papua dan pemilihan kepala daerah (Pilkada). 

Pernah menjadi kuasa hukum mantan Ketua KPK Antasari Azhar, mantan Kabareskrim Polri Komjen Pol. Susno Duadji, mantan KSAD Jenderal (Purn.) Ryamizard Ryacudu, dan Habib Rizieq Shihab. 

Pada masa gelaran Pilpres 2024, AYA ditunjuk menjadi Ketua Tim Hukum di Koalisi Perubahan oleh Calon Presiden Nomor urut 01, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Ia mewakili pasangan ini dalam melayangkan gugatan sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitsi (MK). 

Kasus terakhir penuh kontroverisial yang ia tangani yakni dugaan korupsi Tom Lembong, AYA telah menyampaikan ada lima poin penting dalam perkara yang diajukan. 

Poin-poin tersebut ia dan tim sampaikan saat mendaftarkan permohonan praperadilan Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, memuat diantaranya :

  • Pertama, AYA menyampaikan bahwa kliennya tidak diberikan kesempatan untuk menunjuk penasihat hukum pada saat ditetapkan sebagai tersangka.
  • Kedua, Kurangnya bukti permulaan yang cukup (minimal dua alat bukti) dalam penetapan tersangka. Bukti yang digunakan oleh pihak Kejaksaan tidak memenuhi syarat aturan yang ditentukan, sehingga penetapan tersangka menjadi cacat hukum.
  • Ketiga, Proses penyidikan dalam kasus Tom Lembong berjalan secara sewenang-wenang. Maksud dari hal ini seperti halnya tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Terlebih lagi, tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan Tom Lembong.
  • Keempat, Kejaksaan Agung langsung menahan Tom Lembong seusai penetapan tersangka pada 28 Oktober 2024 lalu. Hal ini tentu menjadi persoalan terkait penahanan Tom Lembong yang dianggap tidak berdasar. 
  • Penahanan tersebut seharusnya tidak sah karena tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan. Selain itu juga tidak adanya alasan yang cukup untuk mengkhawatirkan bahwa Tom Lembong akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti.
  • Kelima, AYA menyatakan bahwa tidak adanya bukti Tom Lembong telah melakukan perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan/atau korporasi. Selain itu juga tidak adanya hasil audit yang menyatakan terkait kerugian negara.

Kesimpulan

AYA dalam sepak terjang dunia seputar hukum sudah tidak diragukan lagi, baik sebagai praktisi hukum maupun akademisi hukum. Hal ini ia seakan seiring berimbang dilakukan demi memaksimalkan dari apa yang diperjuangkan. 

Fokus pembelajaran hukum yang ia tekuni seputar Pidana Korporasi, terbilang minim di Indonesia sosok pengacara yang memilih fokus dalam disiplin ilmu demikian. Itulah biografi singkat AYA, semoga menjadi inspirasi bagi kita terutama para kalangan pengacara muda.  

Penegak Hukum

Merdeka dalam berkesimpulan, merdeka dalam bereaksi dan merdeka dalam berkreasi. Disinilah aku merasakannya !

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama