Berbicara seputar hukum tak terlepas dari yang namanya bukti. Penulis menganalogikan bukti merupakan sebagai bentuk pendukung yang diterima atau dilegalkan dalam aturan beracara. Bentuk pendukung yang dimaksud ialah data yang relevan dengan status posisinya, bisa di posisi Penggugat atau Tergugat.
Bukti atau terlebih dalam hal pembuktian sangatlah vital dikarenakan perannya untuk menguatkan atau melemahkan sesuai posisinya. Dalam artikel ini penulis akan membahas seputar penjelasan alat bukti dalam hukum acara perdata.
![]() |
Sumber gambar : pngwing.com |
Pengertian Pembuktian
Bukti, pembuktian atau membuktikan dalam Hukum Inggris sering menggunakan istilah dua perkataan, yaitu: proof dan evidence. Adapun dalam hukum Belanda disebut “bewijs”.
Namun demikian, arti dari “membuktikan” itu sendiri cukup banyak sekali. Hanya saja bisa kita simpulkan inti dari pengertian pembuktian itu adalah suatu cara atau dalil untuk mendukung (menguatkan atau melemahkan) sesuai dengan posisinya.
Sekelumit penulis sajikan pengertian pembuktian menurut regulasi, ahli R. Subekti dan dalam pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Jamak orang hukum tau bahwa regulasi yang mengatur terkait pembuktian terdapat dalam Pasal 163 Herziene Indonesich Reglement (HIR) yang mengatakan :
"Barangsiapa yang menyatakan mempunyai barang suatu hak atau mengatakan suatu perbuatan untuk meneguhkan haknya atau untuk membantah hak orang lain haruslah membuktikan hak itu atau adanya perbuatan itu".
Sederhananya maksud dari pasal tersebut ialah apabila yang didalilkan (dikatakan) dibantah/disangkal maka yang mendalilkan wajib membuktikan, akan tetapi apabila yang didalilkan tidak disangkal maka tidak perlu adanya pembuktian.
Baca Juga : Sumber Hukum : Pengertian dan Jenisnya
R.Subekti berpendapat bahwa membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu sengketa. Sedangkan menurut KBBI mempunyai arti suatu proses, perbuatan, atau cara membuktikan.
Pembuktian juga bisa diartikan sebagai usaha menunjukkan untuk menguatkan atau melemahkan sesuai peran posisinya. Sementara itu, bukti diartikan sebagai sesuatu yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa, keterangan nyata, atau tanda.
Macam Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata
Sesuai dengan ketentuan Pasal 164 HIR bahwa terdapat 5 macam alat-alat bukti diantaranya :
- Bukti Surat
- Bukti Saksi
- Persangkaan
- Pengakuan
- Sumpah
Penjelasan Alat-Alat Bukti Perdata
1. Bukti Surat
Terdapat 2 macam jenis surat/akta yaitu :
a. Akta Otentik
Berdasarkan Pasal 165 HIR adalah surat yang dibuat oleh dan/atau dihadapan pegawai umum yang berwenang untuk memberikan bukti yang cukup bagi kedua belah pihak dan ahli warisnya serta sekalian orang yang mendapat hak dari padanya.
b. Akta Bawah Tangan
Akta di bawah tangan adalah dokumen tertulis yang dibuat oleh pihak-pihak yang terlibat dalam suatu perbuatan hukum tanpa melibatkan pegawai umum yang berwenang baik itu notaris ataupun pejabat pembuat akta lainnya. Akta ini berisi perjanjian atau kesepakatan antara para pihak yang membuatnya.
2. Bukti Saksi
Dalam menimbang kesaksian hakim harus memperhatikan kesesuaian kesaksian saksi yang satu dengan yang lainnya, alasan atau sebab mengapa saksi-saksi memberikan keterangan tersebut, cara hidup, adat dan martabat saksi dan segala ihwal yang dapat mempengaruhi saksi sehingga keberadaan saksi dapat dipercaya atau kurang dipercayai.
Semua orang tidak bisa begitu saja menjadi saksi, ada kualifikasi tertentu. Berdasarkan Pasal 145 HIR mengenai saksi yang tidak dapat di dengar adalah keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak.
Suami atau istri salah satu pihak meskipun telah bercerai, anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka sudah berumur lima belas tahun, orang tua walaupun kadang-kadang ingatanya terang (pelupa).
Keluarga sedarah atau keluarga semenda tidak boleh ditolak sebagai saksi karena keadaan itu dalam perkara tentang keadaan menurut hukum sipil dan pada orang yang berperkara atau tentang suatu perjanjian pekerjaan.
Baca Juga : Wanprestasi : Pengertian, Unsur dan Solusinya
Orang yang tersebut dalam Pasal 146 (1) a dan b tidak berhak minta mengundurkan diri dari pada memberi kesaksian dalam perkara yang tersebut diatas. Pengadilan negeri dapat mendengar diluar sumpah anak-anak atau orang tua yang kadang-kadang terang ingatannya sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama akan tetapi keterangan mereka hanya dipakai selaku penjelasan saja.
Yang dapat mengundurkan diri untuk memberi kesaksian sesuai Pasal 146 ayat (1) HIR adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan, ipar laki-laki dan ipar perempuan dari salah satu pihak. Keluarga sedarah menurut keturunan yang lurus dan saudara laki-laki dan perempuan dari laki-laki atau istri salah satu pihak.
Sekalian orang yang karena martabatnya, pekerjaannya atau jabatannya yang sah diwajibkan menyimpan rahasia akan tetapi hanya semata-mata mengenai pengetahuan yang diserahkan kepadanya karena martabat, pekerjaan atau jabatannya itu.
Ada juga saksi yang masuk dalam kategori Testimonium de auditu adalah keterangan yang diperoleh saksi dari orang lain, tidak didengar atau dialami sendiri. Kesaksian de auditu hanya dapat dipergunakan sebagai sumber persangkaan.
3. Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan yang ditarik dari suatu peristiwa yang telah dianggap terbukti atau peristiwa yang dikenal kearah suatu peristiwa yang belum terbukti. Adapun yang menarik kesimpulan dapat dari unsur regulasi (undang-undang) atau hakim.
Menurut Pasal 1916 BW persangkaan dalam regulasi ialah persangkaan yang berdasarkan suatu ketentuan khusus undang-undang, dihubungkan dengan perbuatan-perbuatan tertentu atau peristiwa tertentu.
Sedangkan persangkaan menurut hakim ialah sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan bukti bebas, apakah akan dianggap sebagai alat bukti berkekuatan sempurna atau sebagai bukti penulisan atau akan tidak diberi kekuatan apapun juga.
4. Pengakuan
Menurut Pasal 174 HIR pengakuan yang diucapkan dihadapan hakim menjadi bukti yang cukup untuk memberatkan orang yang mengaku itu, baik pengakuan itu diucapkan sendiri, ataupun diucapkan oleh seorang yang istimewa dirasakan untuk melakukannya.
Berdasarkan Pasal 175 HIR pengakuan yang dilakukan diluar sidang diserahkan kepada pertimbangan hakim yang akan menentukan kekuatan mana akan diberikannya. Pasal 176 HIR memuat azas Onsplitsbaar aveu atau pengakuan yang tidak boleh dipisah-pisah/satu kesatuan.
Artinya dalam tiap-tiap pengakuan harus diterima segenapnya dan hakim tidak bebas akan menerima bagiannya saja dan menolak bagian yang lain sehingga menjadi kerugian kepada orang yang mengaku tersebut.
5. Sumpah
Ada 3 (tiga) macam sumpah :
- Sumpa yang dibebankan oleh hakim (Sumpah Penambah/Suppletoir)
- Sumpah yang dimohonkan pihak lawan (Sumpah Pemutus/Decisoir)
- Sumpah yang digunakan untuk menentukan jumlah ganti rugi (Sumpah penaksir/Aestimatoire)
Itulah penjelasan lengkap mengenai alat bukti dalam hukum acara perdata, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua.
- Burgerlijke Wetboek (BW) atau KUHPer
- Herzien Inlandsch Reglement (HIR)
- Buku Merah (Pedoma Pelaksanaan Tugas dan Administrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan) Buku ke II Edisi 2007
- Buku Asas-asas Hukum Pembuktian Perdara karya Prof. Dr. Achmad Ali, SH, MH, dan Dr. Wiwie Heryani, SH, MH,