Pencak Silat Lesti Kejora Dalam Laporan KDRT

 

Gambar : Merdeka.com

Jagat maya dihebohkan soal laporan polisi Lesti Kejora terkait kasus KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga) di Polres Metro Jakarta Selatan.

Berdasarkan TBL (Tanda Bukti Laporan) Polisi Nomor : LP/B/2348/IX/2022/SPKT/POLRES METRO JAKSEL/POLDA METRO JAYA yang diterima Lesti, uraian singkat kejadian menerangkan bahwa Risky Billar ketahuan berselingkuh.

Lesti meminta kepada Risky Billar untuk dipulangkan kepada orang tuanya, sontak Risky Billar langsung marah dan melakukan kekerasan fisik berupa mencekik dan membanting istrinya yang bertubuh mungil itu.  

Tak mau terus-terusan Lesti terancam dengan perilaku suaminya yang sudah tidak mencerminkan belas kasihan, akhirnya mengambil langkah demikian.

Akibat perbuatan yang dilakukan Risky Billar terhadap Lesti, Polres Jakarta Selatan menetapkannya sebagai tersangka. Risky Billar terancam Pasal 44 UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang ancaman hukumannya 5 tahun penjara.  

Memang dalam regulasi tersebut tidak semuanya berdasarkan delik aduan, melainkan juga ada yang delik biasa.

Bahkan yang delik aduanpun dalam regulasi ini masih bisa dikuasakan atau diwakili oleh keluarga ataupun orang lain dengan berbekal surat kuasa.

Meski tidak semuanya, rata-rata korban KDRT yakni seorang istri yang identik dengan lemah atau inferior ketimbang suami yang superior dalam strata struktur keluarga.

Namun bukan berarti istri dalam strata struktur keluarga inferior, dalam strata struktur penghasilan juga demikian. Apalagi Lesti yang ditengarai lebih banjir penghasilan daripada Risky Billar.

Seorang istri yang melaporkan suami atas perkara KDRT bisa diprediksi membludaknya rasa ketidaksabaran atau ketidaksanggupan yang mengalahkan perasaan cinta saat dulu kala.

Hal ini terjadi karena di internal keluarga sudah tidak bisa menyelesaikannya sehingga mengambil langkah penyelesaian di eksternal.

Dampak penyelesaian ekternal tentu beresiko besar bagi citra keluarga apalagi seorang publik figur.

Bahkan tak hanya citra, pelaku KDRT juga bisa berujung pemidanaan dengan ancaman yang cukup lumayan.

Riski sempat dilakukan penahanan oleh pihak kepolisian walau tidak sampai sepekan karena faktor Lesti mencabut laporan.

Sebagian publik kecewa atas tindakan Lesti yang demikian, harusnya jangan tanggung memberikan pelajaran karena sudah mengambil langkah penyelesaian secara eksternal.

Penulis juga dari golongan sebagian yang kecewa, pembelajaran bagi pelaku KDRT kadang tak cukup hanya gertakan laporan kepolisian kemudian cabut laporan dengan melakukan perdamaian yang tentunya tidak sampai proses pengadilan.

Meski hal ini sifatnya dilematis apalagi menyangkut soal perasaan yang sarat akan subjetif. Namun sebagai korban KDRT tentunya harus dipikir secara mendalam jika memang ingin menyelesaikan dengan jalur eksternal, janganlah tanggung.

Regulasi tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat asas perlindungan korban yang harus kita wujudkan, jalur perdamaian ditingkat kepolisian sangat sulit akan adanya efek jera.

Meski sudah berbekal surat perjanjian, tidak ada jaminan untuk pelaku tidak mengulanginya lagi.

Tentu hal ini semua kembali kepada korban dengan segala pertimbangan perasaan yang tidak bisa dipaksakan.  

Penegak Hukum

Merdeka dalam berkesimpulan, merdeka dalam bereaksi dan merdeka dalam berkreasi. Disinilah aku merasakannya !

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama