Mengulas Seputar Perjanjian Pra-Nikah, Yuk Kita Pahami Bersama !

 

Gambar : jurnaljihan.com

Kata pernikahan dengan perkawinan seringkali berkutat ketika membahas hubungan rumah tangga, namun hal ini tidak perlu diperdebatkan karena soal nomenklatur penyebutannya saja. 

Hal yang jamak dipahami tidaklah ada UU tentang pernikahan, yang ada ialah UU Perkawinan. Kembali kesemula bahwa ini tetap bermakna sama hanya soal penyebutannya saja.

Mengkaji seputar hukum perkawinan terbilang kompleks, mulai sebelum perkawinan bahkan putusnya perkawinan (perceraian) ada regulasi yang mengaturnya. 

Kali ini penulis akan membahas seputar pra-nikah atau prenuptial agreement . 

Secara definisi kata pra itu bermakna sebelum yang jika digabungkan semua nomenklatur bisa diartikan sebagai perjanjian sebelum pernikahan. 

Berdasarkan Pasal 29 ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, perjanjian pra-nikah adalah persetujuan bersama kedua belah pihak sebelum perkawinan dilangsungkan yang disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan setelah mana isinya berlaku juga terhadap pihak ketiga tersangkut.

Seiring berjalannya waktu, makna dari bunyi pasal tersebut ditafsir lebih luas dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 69/PUU-XIII/2015 dengan penambahan frasa "atau selama dalam ikatan perkawinan" setelah kalimat "sebelum perkawinan berlangsung" sebagaimana bunyi pasal 29 ayat 1 UU Perkawinan.

Pernyataan yang sering disampaikan oleh khalayak umum sudah terbantahkan bahwa perjanjian pra-nikah itu hanya bisa dilakukan sebelum pernikahan, melainkan tetap bisa dilakukan perjanjian pra-nikah meski pernikahan sudah berlangsung selama dalam koridor masih adanya ikatan perkawinan.

Terdapat beberapa prinsip dalam perjanjian pra-nikah antara lain :

  • Keterbukaan
  • Kerelaan 
  • Obyektif
  • Legalitas
  • Pengesahan oleh KUA Setempat
  • Tercatat dalam pencatatan sipil
Hal-hal yang dilarang dalam perjanjian pra-nikah diantaranya :
  • Tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum (Pasal 139 KUH Perdata)
  • Tidak boleh mengurangi hak suami (Pasal 140 KUH Perdata)
  • Tidak boleh mengatur kewarisan (Pasal 141 KUH Perdata)
  • Tidak boleh berat sebelah dalam hal utang (Pasal 142 KUH Perdata)
  • Tidak boleh menggunakan hukum "asing" sebagai dasar hukum perkawinan (143 KUH Perdata)
Isi perjanjian dalam pra-nikah memuat : 
  • Hak dan kewajiban suami istri 
  • Pemisahan harta suami istri 
  • Pemisahan dan tanggung jawab hutang suami istri 
  • Tanggung jawab atas biaya pendidikan
  • Ketentuan lain sesuai dengan kesepakatan selama tidak melanggar larangan yang telah diatur
Manfaat dengan dibuatnya perjanjian pra-nikah berupa :
  • Melindungi masing-masing individu dari beban hutang sesuai dengan kewajiban membayar agar tidak dibebankan ke istri begitupun sebaliknya
  • Bagi WNI yang menikah dengan WNA memiliki hak atas tanah berupa sertipikat hak milik dikarenakan adanya pemisahan harta
  • Adanya kejelasan atas pemisahan harta milik masing-masing suami dan istri sehingga jika terjadinya perceraian pembagian harta lebih mudah dan dapat meminimalisir konflik.


Penegak Hukum

Merdeka dalam berkesimpulan, merdeka dalam bereaksi dan merdeka dalam berkreasi. Disinilah aku merasakannya !

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama