Jika Istri Berbohong Cerai Mati, Bagaimana Konsekuensi Hukumnya ?

Gambar : Tirto.ID

Beragam lika-liku orang dalam berkeluarga, kegembiraan dan ketidakgembiraan sudah sepaket jadi satu. Tinggal saling menguatkan agar hubungan bahtera rumah tangga terus berkelanjutan. 

Jika dirasa tidak bisa dan langkah terbaiknya memang tidak dilanjutkan, maka ditempuh langkah perceraian sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dalam bernegara.
 
Memang benar perceraian itu suatu hal yang halal namun tidak disukai Tuhan, namun jika jalan kebaikannya harus demikian tentu langkah inilah yang harus dilaksanakan.

Tinggal saja mengajukan cerai gugat (jika yang mengajukan istri) ataupun talak (jika yang mengajukan pihak suami).
 
Pembahasan dalam perceraian ini statusnya beragama islam. Sehingga kewengan untuk memutusnya yakni Pengadilan Agama, jika diluar islam maka kewenangan Pengadilan Negeri.

Bagaimana konsekuensi hukum jika seorang istri yang mengaku cerai mati, padahal secara kenyataan tidaklah demikian ?
  
Meski bukan hal yang asing di masyarakat awam sekalipun, jika salah satu dari pihak suami/istri itu meninggal dunia/mati, maka perceraiannya secara otomatis tanpa diajukan ke pengadilan agama.
 
Cukup dibuktikan saja dengan akta kematian, namun jika kematian suami tidak terjadi hanya karena akal-akalan istri untuk melancarkan aksi nikahnya lagi, tentu ada konsekuensi hukum yang siap menjeratnya.
 
Seorang istri yang berani melakukan demikian tidak terlepas dari pasal 242 ayat (1) KUHP tentang Keterangan palsu dengan ancaman pidana 7 tahun dan/atau Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan surat dengan ancaman pidana 6 tahun.
 
Ada juga konsekuensi hukum yang lain jika benar si istri berbohong cerai mati sedangkan istri sudah menikah lagi, maka pernikahan tersebut bisa dibatalkan.
 
Ada 6 jenis perbuatan yang dapat dibatalkan sesuai yang diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam diantaranya : 
  1. Seorang suami yang melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama
  2. Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi istri pria lain yang mafqud
  3. Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dan suami lain
  4. Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan
  5. Perkawinan yang dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak
  6. Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Sumber bacaan : KUHP, KHI dan hukumonline.com
Penegak Hukum

Merdeka dalam berkesimpulan, merdeka dalam bereaksi dan merdeka dalam berkreasi. Disinilah aku merasakannya !

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama