Mengulas Hak Asuh Anak Dalam Hukum Indonesia

Gambar : haibunda.com

Keberadaan hak asuh anak dikarenakan adanya perceraian, bagaimana jika tidak ? tentu tidak ada yang namanya hak asuh anak. 

Sejatinya tidak ada alasan atau hambatan dalam mengasuh anak meski sekalipun kedua orang tuanya berpisah. Hal ini merupakan kewajiban orang tua yang telah melahirkannya dan suatu hak anak yang harus diterima.

Pengertian Hak Asuh Anak

Merupakan hak dan tanggung jawab yang diberikan oleh orang tua anak atau wali untuk merawat, mengasuh, dan mendidik anak atas adanya putusan pengadilan yang telah menentukan siapa yang paling berhak dan meyakinkan untuk menerima hak asuh anak tersebut. 

Hak asuh anak diantaranya pemenuhan kebutuhan fisik, kesehatan, pendidikan, dan emosional anak. Lalu apa bedanya dengan hadhanah ? Tidak adanya pembeda secara makna, hanya letak berbedanya dalam segi nomenklatur saja. 

Istilah hadhanah tersebut dipakai dalam kajian islam. Sedangkan dalam kajian hukum positif memakai istilah hak asuh anak.

Penentuan Hak Asuh Anak

Dalam menentukan siapakah yang paling berhak untuk menerima hak asuh anak itupun beragam asalkan memenuhi kriteria. Namun secara inti regulasi yang ada sebagaimana dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) Pasal 105, jika anak masih belum berusia 12 tahun, maka hak asuh anak jatuh terhadap ibu. 

Tentu berbeda hal jika sudah melebihi batas umur tersebut, anak diberikan kebebasan dalam memilihnya. Bisa Bapak atau Ibu atau bahkan walinya. Bagaimana jikalau anak yang masih belum berumur 12 tahun, hak asuh anak jatuh terhadap selain ibunya, apakah bisa ? Tentu bisa saja. 

Berarti ibu tersebut tidak memenuhi kriteria atau bisa dikatakan dan dikhawatirkan jika merawat anaknya. Hal ini biasanya dikarenakan ada faktor internal yang bermasalah dari seorang Ibu. Maka tentu jika demikian, hakim biasanya menentukan hak asuh anak jatuh terhadap bapak. 

Hakim dalam memutuskan hak asuh anak jatuh terhadap bapak bukan berarti tidak berdasar hukum, lagi-lagi yang menjadi dasarnya yakni di dalam KHI Pasal 156 C yang secara inti menyebutkan jikalau pemegang hadhanah (ibu) tidak bisa menjaga keselamatan jasmani dan rohani anak, maka hak hadhanah dapat dipindahkan kepada kerabat lain yang mempunyak hak pula. Dengan demikian, bapak mempunyai kesempatan untuk mendapatkannya.

Siapapun yang memegang hak asuh anak, kesempatan untuk bertemu atau mengunjungi anak tetap tidak ada halangan. Penulis menganalogikannya seperti urusan dan hubungan yang harus dipisahkan. Suami dan istri merupakan hubungan, sedangkan anak itu masuk kategori urusan. 

Meski sekalipun hubungan sudah tidak lagi terhubung (perceraian), bukan berarti urusan (hak asuh anak) itu juga tidak menjadi urusannya. Bagaimanapun orang tua wajib mengantarkan buah hatinya yang masih berstatus anak hingga dewasa. 

Semisal pemegang hak asuh anak (ibu) melarang bapaknya untuk bertemu anak, apakah hal ini dibenarkan dalam aturan hukum di negara kita ? Tindakan ini tidak diperbolehkan dan merupakan suatu larangan hingga bisa dikatakan melanggar aturan yang telah ada. 

Berdasarkan Rumusan Rapat Pleno Kamar Agama 2012-2019, SEMA No. 1 Tahun 2007 di poin 4 menyebutkan yang secara inti bahwa kewajiban pemegang hak asuh anak tetap memberikan akses kepada orang tua yang tidak memegang hak asuh anak. 

Jika tindakan ini tetap tidak diindahkan, bisa dijadikan dasar alasan untuk mengajukan pencabutan gugatan hak asuh anak kepada Pengadilan.

Biaya Hak Asuh Anak

Demi tercapainya hak dasar anak meski kedua orang tuanya telah berpisah, secara konsep pembiayaan itu sama seperti halnya hubungan rumah tangga yang bahagia. Berdasarkan aturan di dalam KHI Pasal 158 huruf d yang menyebutkan secara inti, seorang bapak yang bertanggung jawab dan menanggung segala biaya-biaya hak asuh anak hingga dewasa sesuai dengan batas kemampuannya. 

Namun tidak menutup kesempatan bagi seorang ibu untuk juga membantu membiayai nafkah anak demi terpenuhi segala kebutuhannya. Perlu kita renungkan dan pedulikan bersama, jangan sampai anak menjadi korban kedua kali atas perceraian orang tuanya yaitu dengan cara memenuhi kebutuhan hak dasar anak. 

Meski sekalipun hak dasar itu sudah dipenuhi, masih saja anak menjadi korban yang salah satunya tidak mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya secara kebersamaan.






Penegak Hukum

Merdeka dalam berkesimpulan, merdeka dalam bereaksi dan merdeka dalam berkreasi. Disinilah aku merasakannya !

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama