Gambar: Bola.com
Dalam kajian hukum pidana terdapat istilah terlapor, tersangka, terdakwa dan terpidana. Arti istilah tersebut bagi orang paham hukum bukanlah hal yang asing, namun berbeda jika bagi kalangan orang yang awam hukum. Masing-masing mempunyai arti dan ruang lingkup yang berbeda dengan konsekuensi yang berbeda pula. Mari kita bahas pengertian dari istilah tersebur : Terlapor Terlapor merupakan orang yang diadukan dan/atau dilaporkan dengan dugaan melakukan tindak pidana. Ada terlapor sudah tentu ada pelapor. Laporan bisa dari masyarakat bisa juga dari pihak kepolisian atau biasa yang disebut dengan LI (Laporan Informasi). Berdasarkan Pasal 1 butir 24 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), laporan ialah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang yang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang (Kepolisian) tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Siapapun berhak melaporkan seseorang, namun pelapor harus siap menerima konsekuensi hukum jika laporannya tidak berdasar atau tidak benar. Terlapor bisa melakukan laporan balik kepada pelapor atas pencemaran nama baik juga bisa atas laporan palsu. Tidak semuanya terlapor sudah pasti ditetapkan tersangka, melainkan melalui proses penyelidikan terlebih dahulu. Sangat fatal jika dengan mudahnya menetapkan sebagai tersangka namun justru kurangnya bukti sehingga perkara di SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), maka semakin kuat dari pihak terlapor melaporkan balik pelapor dengan dugaan laporan palsu berdasarkan bukti SP3 yang dikeluarkan penyidik. Tersangka Setelah tahap penyelidikan telah dilaksanakan, jika ditemukannya peristiwa pidana maka terlapor berubah status sebagai tersangka. Inti dari penyelidikan yakni mencari dan menemukan ada atau tidaknya peristiwa pidana. Menurut pasal 1 butir 14 KUHAP, tersangka ialah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Dalam penetapan seseorang menjadi tersangka, sekurang-kurangnya harus memenuhi minimal dua alat bukti. Adapun alat bukti yang dimaksud dalam pasal 184 KUHAP berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Terdakwa Tahap penyelidikan dan penyidikan telah selesai, penyidik melimpahkan berkas perkara ke penuntut umum. Seketika itu juga status tersangka berubah menjadi terdakwa. Penuntut umum yang dalam hal ini Kejaksaan membuat dakwaan untuk perkaranya disidangkan di pengadilan. Berdasarkan pasal 1 butir 15 KUHAP, terdakwa ialah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan. Seorang tersangka yang ditetapkan menjadi terdakwa tentu berdasarkan bukti yang cukup. Hak terdakwa yang harus diberikan salah satunya segera kasusnya diadili oleh pengadilan (vide pasal 50 ayat 3 KUHAP), terdakwa mengetahui dengan jelas dan bahasa yang dapat dimengerti tentang apa yang didakwakan (vide pasal 51 huruf b KUHAP) dan terdakwa juga berhak memberikan keterangan yang bebas kepada hakim (vide pasal 52 KUHAP). Terpidana Setelah tahap persidangan sudah selesai, terdakwa yang diputus oleh pengadilan statusnya berubah menjadi terpidana. Berdasarkan pasal 1 butir 32 KUHAP, terpidana diartikan sebagai seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Adapun maksud dari putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap ialah putusan pengadilan yang memutus perkara pidana pada tingkat pertama yang tidak diajukan upaya hukum baik itu banding maupun kasasi. Seorang terpidana yang menjalani hukuman pidana tentu hilang kemerdekaannya dengan ditempatkan di Lapas (Lembaga Pemasyarakatan), kondisi ini disebut narapidana.
Sumber : UU No. 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana |