Istilah hukum pidana mulai digunakan pada zaman Jepang sebagai terjemahan dari bahasa Belanda dari kata “strafrecht” atau “straf” yang diterjemahkan dengan kata “pidana” yang artinya “hukuman”, sedangkan “recht” diterjemahkan dengan kata “hukum” dan pada dasarnya identik dengan perkataan “ius” dalam bahasa Romawi.
Perkataan “recht” tersebut mempunyai dua arti, yakni recht dalam arti objektif dan recht dalam arti subjektif. Recht dalam arti objektif jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “hukum”, sedangkan recht dalam arti subjektif ialah hak negara untuk memidana atau menjatuhkan pidana (pemidanaan) apabila larangan atau keharusannya untuk bertingkah laku dilanggar.
Sementara itu, hukum pidana dalam arti objektif (bahasa Romawi disebut dengan istilah: “Ius Puniendi”), sedangkan Strafrecht (hukum pidana) dalam arti objektif ialah : “segala larangan (verboden) dan keharusan (geboden) apabila dilanggar diancam pidana oleh undang-undang, selain hal tersebut hukum pidana dalam arti objektif ini juga mengatur syarat-syarat kapan pidana itu dapat dijatuhkan”. Dalam bahasa Romawi disebut : “Ius Poenali”.
Perlu dicatat bahwa hubungan antara hukum pidana dalam arti subjektif dengan hukum pidana dalam arti objektif, adalah hukum pidana dalam arti subjektif itu hanya timbul apabila telah ditentukan oleh hukum pidana dalam arti objektif.
Artinya hak negara untuk menghukum/menjatuhkan pidana
terhadap suatu perbuatan, baru ada apabila telah ada ketentuan apa yang
dilarang dan diperintahkan atau disuruh yang meliputi perbuatan itu. Dengan
kata lain, hak negara untuk menjatuhkan pidana tersebut dibatasi oleh hukum
pidana dalam arti objektif. Hukum pidana dalam arti objektif itu dapat
diperinci lagi yaitu :
- Hukum pidana materiel yang dalam bahasa
Belanda diistilahkan materieele strafrecht, dan dalam bahasa Inggris hukum
pidana materiel ini diistilahkan dengan substantive criminal law
- Hukum pidana formiel dalam bahasa Belanda
diistilahkan dengan formele strafrech, dan dalam bahasa Inggris
diistilahkan dengan criminal procedure (hukum acara pidana)
Perlu diingat bahwa hukum pidana materiel ini memuat atau mengatur atau
berisi tentang hal-hal berikut :
- Perumusan dari tindakan/perbuatan yang
diancam pidana
- Mengatur siapa yang dapat
dipertanggungjawabkan terhadap pelanggaran dari peraturan yang dirumuskan
tersebut dalam undang-undang pidana
- Mengatur pidana-pidana apa yang dapat
dijatuhkan karena pelanggaran tersebut
Dari perincian tersebut jelas hukum pidana yang diterapkan selama ini berorientasi kepada perbuatan (daadstrafrecht) tingkah laku hukum yang dilakukan oleh manusia dan dirumuskan dalam suatu aturan perundang-undangan, sebagai konsekuensi dianutnya asas legalitas.
Pengaturan yang demikian ini dapat pula diartikan secara lain bahwa hukum pidana materiel sebagai suatu kumpulan aturan-aturan yang mengatur tentang apa, siapa dan bagaimana suatu perbuatan dapat dipidana. Sementara itu hukum pidana materiel ini biasanya hanya disebut “hukum pidana” saja (tanpa materiel).
Hukum pidana formil dapat dirumuskan sebagai suatu kumpulan aturan yang mengatur tentang cara bagaimana hukum pidana materiel dapat dipertahankan. Hukum pidana formil ini biasanya disebut (hukum acara pidana) yang dalam bahasa Belanda diistilahkan dengan strafprocesrecht, sedangkan dalam bahasa Inggris diistilahkan dengan criminal procedure.
Sumber : Buku Hukum Pidana Karya Prof. Dr (AIMS). H.M. Rasyid Ariman, SH., MH. dan Fahmi Raghib, SH., MH.