![]() |
Gambar : Pengadilan Agama Gunung Sugih |
Dalam dunia praktek hukum terdapat istilah kompetensi
absolut dan kompetensi relatif. Istilah tersebut penting untuk kita pahami
terutama bagi kalian yang ingin jadi seorang praktisi hukum. Jika tidak,
siap-siap perkaranya tidak diterima (niet ontvankelijke verlklaard) atau NO.
Kalau dalam hukum perdata, sebelum kita mengajukan
gugatan (contentiosa) atau permohonan (voluntair) ke pengadilan, perlu dipahami
terlebih dulu materi/duduk persoalan atau permintaan yang kita ajukan.
Setelah dipahami materi duduk persoalannya, barulah kita
tentukan langkahnya ke pengadilan mana yang berwenang mengadili.
Kompetensi absolut merupakan kewenangan pengadilan untuk
mengadili dalam hal jenis perkara, sedangkan kompetensi relatif itu kewenangan
pengadilan dalam hal wilayah untuk mengadili.
Contoh kompetensi absolut dalam Pengadilan Agama antara
lain : Perkawinan, Waris, Wakaf, Wasiat, Hibah, Infaq, Sedekah, Zakat dan
Ekonomi Syariah (vide : Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama).
Sedangkan contoh kompetensi relatifnya disesuaikan dengan
pihak yang berperkara. Semisal dalam perkaran perceraian, maka Pengadilan agama
di wilayah hukum domisili istri (baik sebagai penggugat maupun tergugat) yang
berwenang untuk mengadili.
Istilah tersebut tidak hanya berlaku dalam hukum perdata
saja, melainkan juga berlaku di luar dari lingkup hukum perdata.
Hal ini merupakan suatu pembagian kewenangan atau tugas
diantara badan-badan peradilan yang ada di Indonesia. Hakim dalam mengadili
juga tidak semua menguasai jenis perkara, melainkan hanya disiplin keilmuan
tertentu saja sesuai dengan bidang dan penempatannya.
Dengan adanya istilah kompetesi absolut dan kompetensi
relatif ini guna mempermudah dan mengelompokkan akses pencari dan pemberi keadilan
sesuai dengan porsi dan proporsinya yang diatur dalam undang-undang.